Thursday, March 7, 2013

KEPUASAN KERJA KARYAWAN (EMPLOYEE SATISFACTION)




Kepuasan kerja (job satisfaction) adalah keadaan emosional karyawan yang terjadi maupun tidak terjadi titik temu antara nilai balas jasa kerja karyawan dan perusahaan atau organisasi dengan tingkat nilai balas jasa yang memang diinginkan oleh karyawan yang bersangkutan (Martoyo, 2000). Schemerhom (1997) mengidentifikasi lima aspek yang terdapat dalam kepuasan kerja, yaitu pekerjaan itu sendiri (Work It Self), supervision, teman sekerja (Workers), promosi (Promotion) dan gaji/upah (Pay). Aspek-aspek lain yang terdapat dalam kepuasan kerja disebutkan oleh Stephen Robins (1997) yaitu kerja, ganjaran yang pantas, kondisi kerja yang mendukung, rekan kerja yang mendukung, dan kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan.
Kepuasan kerja dapat diukur melalui wawancara atau pengisian kuesioner. Walaupun metode wawancara digunakan pada beberapa kasus, namun kebanyakan penelitian dilakukan menggunakan kuesioner. Hal ini dikarenakan metode wawancara jauh lebih mahal dan lebih memakan waktu dibandingkan dengan kuesioner. Namun kelebihan menggunakan metode wawancara adalah banyak informasi yang bisa digali lebih dalam lagi dari para responden dimana para responden dapat memunculkan sendiri unsur-unsur kepuasan dan ketidakpuasan kerja. Hal ini sangat membantu dalam langkah awal mendisain kuesioner. 
Cara termudah untuk melakukan pengukuran kepuasan kerja adalah menggunakan skala yang sudah ada. Beberapa sudah dibuat sedemikian telitinya dan saat ini banyak studi kehandalan  dan keabsahannya telah terbentuk. Banyak kelebihannya jika menggunakan skala kepuasan kerja yang sudah ada, selain skala ini juga sudah digunakan diberbagai kalangan secara internasional, juga menggunakan skala kepuasan kerja yang sudah ada dapat menghemat biaya dan waktu dibandingkan jika membangun skala kepuasan kerja dari awal. Skala Job Satisfaction Survey yang dipublikasikan dalam Spector (1997) dapat digunakan dan dimodifikasi tanpa bayaran apapun jika digunakan untuk kepentingan dunia pendidikan non komersil dan tujuan penelitian.   Job Satisfaction Survey (JSS 1985 dalam Spector (1997)) mengukur sembilan unsur dari kepuasan kerja, yaitu : 
a.       Gaji, yaitu jumlah yang diterima dan keadilan penggajian.
b.      Promosi, yaitu kesempatan dan keadilan untuk promosi atau kenaikan jabatan atau karir.
c.       Supervisi, yaitu kompetensi manajerial yang dimiliki dari seorang supervisor dan bagaimana perilakunya terhadap bawahannya.
d.      Benefit, yaitu kelebihan yang didapatkan oleh karyawan dari perusahaan seperti asuransi dan cuti.
e.      Penghargaan, yaitu perhatian dan pengakuan dari perusahaan terhadap kinerja yang baik dari karyawannya.
f.        Prosedur, yaitu peraturan atau prosedur yang ditetapkan oleh perusahaan atau organisasi.
g.       Rekan Kerja, yaitu menerima kompetensi rekan kerja dan senang bekerja sama dengan mereka.
h.      Sifat Kerja,  yaitu menyukai tugas-tugas yang diberikan.
i.         Komunikasi, yaitu berbagi informasi baik antar karyawan, atasan dan bawahan, maupun perusahaan terhadap karyawan baik secara lisan maupun tulisan

Perilaku seseorang dalam beraktivitas atau bekerja dapat muncul karena adanya motive (motive are the way of behaviour). Motivasi pada dasarnya merupakan sebuah kondisi mental seseorang yang mendorong untuk melakukan suatu tindakan (action/activities) dan memberikan kekuatan (energy) yang mengarah kepada pencapaian kebutuhan. Motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan dorongan atau semangat kerja. Dorongan atau semangat kerja sangat dipengaruhi oleh faktor atasan/pimpinan, teman kerja, sarana fisik, kebijakan/aturan, imbalan, jenis pekerjaan, dan tantangan. Dorongan dan keinginan seseorang sebagai motivator merupakan sesuatu yang tidak dapat diamati, melainkan hanya dapat disimpulkan (Sunarta, 2006).
Saling memberi dukungan dan semangat dalam setiap menyelesaikan pekerjaan antara pimpinan dan karyawan akan memberikan suasana nyaman yang dapat memberikan sumbangan positif bagi organisasi.  Seorang pimpinan harus menghindari tindakan, ucapan, dan ungkapan yang dapat membunuh motivasi orang-orang yang menjadi tanggungjawabnya. Memberi motivasi dan berinovasi untuk mengekspresikan berbagai kemampuan yang dimilki karyawan, tidak cukup hanya dengan cara mendorong untuk berperilaku motivatif, tetapi lebih dari itu seorang pimpinan juga harus menjaga moral kerja agar semangat kerja tetap terjaga dan terpelihara dengan baik (Sunarta, 2006).
Pemberian dorongan dan motivasi dari seorang pimpinan adalah penting dilakukan, dan ini diperkuat oleh teori X dari  Mc Gregor. Bahwa menurut Mc Gregor, seorang karyawan harus diawasi secara ketat, diberi tugas yang jelas dan rinci, dan memberikan imbalan (reward) jika berhasil, memberikan hukuman (punishment) jika melakukan kesalahan. Teori ini memperkuat bahwa seorang karyawan sering malas, dalam bekerja lebih suka diperintah, diawasi, tidak ingin bertanggungjawab, hanya berorientasi pada materi. Sementara dalam teorinya yang lain (teori Y) Mc Gregor juga mengatakan bahwa pada dasarnya karyawan menganggap bekerja sebagai aktivitas biasa dan alami.
Selain itu karyawan dalam kategori teori Y juga diasumsikan bahwa bekerja tidak bedanya dengan sebuah permainan sehari-hari yang tidak memerlukan pengawasan secara ketat apalagi dihukum. Dalam praktek organisasi karyawan dengan tipe X tidak bisa diperbandingkan secara dikotomis dengan karyawan tipe Y, karena sangat tergantung oleh situasi dan suasana yang melingkupinya. Ada kalanya seorang pimpinan harus mengambil keputusan secara otoriter, namun pada waktu yang berbeda sangat mungkin dalam mengambil keputusan dengan cara yang demokratis.
Agar para karyawan dalam melakukan aktivitas kerja sehari-hari tetap termotivasi, maka seorang pimpinan atau manajer tidak boleh melakukan hal-hal negatif yang dapat mencederai dan menurunkan moral kerja. Hal-hal yang harus dijauhi oleh pimpinan sedikitnya ada sepuluh masalah negatif yang tidak boleh dilakukan antara lain: (1) mengkritik karyawan dihadapan orang lain, (2) menghina/merendahkan karyawan, (3)menganggap karyawan sebagai alat, (4) melempar tanggungjawab, (5) memikirkan diri sendiri, (6) berlaku tidak adil, (7) ragu-ragu dalam mengambil keputusan, (8) bersikap kaku/arogan, (9) tidak menaruh kepercayaan, dan (10) bersikap acuh tak acuh kepada bawahan.
Suatu organisasi yang berhasil dalam mencapai tujuannya serta mampu memenuhi tanggung jawab sosialnya akan sangat tergantung pada para manajernya (pimpinannya). Apabila manajer mampu melaksanakan fungsi-fungsinya dengan baik, sangat mungkin organisasi tersebut akan dapat mencapai sasarannya. Sebab itu organisasi membutuhkan pemimpin yang efektif, yang mempunyai kemampuan mempengaruhi perilaku anggotanya atau anak buahnya. Empat gaya kepemimpinan menurut Robert House (1971, dalam Kreitner dan Kinicki, 2005), yaitu:
1.       Kepemimpinan yang mengarahkan/pengasuh (direktif).
Memberikan panduan kepada para karyawan mengenai apa yang seharusnya dilakukan dan bagaimana cara melakukannya, menjadwalkan pekerjaan, dan mempertahankan standar kerja.
2.       Kepemimpinan yang mendukung (supportive).
Menunjukkan  kepedulian terhadap kesejahteraan dan kebutuhan para karyawan, sikap ramah dan dapat didekati, serta memperlakukan para karyawan sebagai orang yang setara dengan dirinya.
3.       Kepemimpinan partisipatif.
Berkonsultasi dengan karyawan dan secara serius mempertimbangkan gagasan mereka pada saat mengambil keputusan.
4.       Kepemimpinan yang berorientasi pada pencapaian (prestasi).
Mendorong para karyawan untuk berprestasi pada tingkat tertinggi mereka dengan menetapkan tujuan yang menantang, menekankan pada kesempurnaan, dan memperlihatkan kepercayaan diri atas kemampuan karyawan.

Dengan mempergunakan salah satu dari empat gaya di atas, pemimpin berusaha mempengaruhi persepsi bawahannya dan memotivasinya, dengan cara mengarahkan mereka pada kejelasan tugas-tugasnya, pencapaian tujuan, kepuasan kerja, dan pelaksanaan kerja yang efektif.
Kepemimpinan yang diperankan dengan baik oleh seorang pemimpin mampu memotivasi karyawan untuk bekerja lebih baik, hal ini akan membuat karyawan lebih hati-hati berusaha mencapai target yang diharapkan perusahaan, hal tersebut berdampak pada kinerjanya. Hasil penelitian Ogbonna dan Harris (2000) menunjukkan  bahwa budaya organisasi mampu memoderasi pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja yang berdampak pada peningkatan kinerja karyawan.
Kepemimpinan di sektor publik dan swasta bisa berbeda bisa juga sama. Kesamaan antara sektor publik dan swasta adalah dari segi tanggung jawab terhadap lingkungan dan sosial di sekitar serta sikap karyawan terhadap manager/pimpinan mereka. Akan tetapi, kepemimpinan di dua sektor tersebut berbeda dalam hal persepsi pemimpin ditingkat top-level, pengambilan keputusan yang beresiko, kecakapan dalam mengembangkan leadership, pendekatan yang dilakukan dalam memberikan motivasi dan keterlibatan dalam pengambilan keputusan. Selain itu juga di sektor publik lebih sering ditemui individual dan charismatic leadership dibandingkan collective dan networked leadership yang banyak di temui di sektor swasta. Namun begitu, akhir-akhir ini mulai sering ditemui pemimpin-peminpin di sektor publik yang menerapkan gaya kepemimpinan seperti di sektor swasta. Hal ini dilakukan agar dapat memberikan pelayanan yang memuaskan kepada konsumen/pelanggan/masyarakat.



Daftar Pustaka

Sunarta. 2006. Memelihara Motivasi Kerja Karyawan Untuk Meningkatkan  Kinerja Organisasi.

Destri Susilaningrum. 2005. Analisis Kepuasan Karyawan PT. Philips, Tbk Surabaya Berdasarkan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya Dengan Analisis Profil Multivariate.  Skiripsi Program Studi Statistik Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya

Nurjanah. 2008. Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Budaya Organisasi Terhadap Komitmen Organisasi  Dalam Meningkatkan Kinerja Karyawan (Studi Pada Biro Lingkup Departemen Pertanian). Tesis Program Magister Manajemen Universitas Diponegoro

Gill, Roger. 2009. RESEARCH FOCUS. Leadership in the public sector – is it different?. The Leadership Trust. Herefordshire. United Kingdom

Gregory, Kristen. 2008. The Importance of Employee Satisfaction. 

No comments: