Sunday, December 8, 2013

Dili.....Timor Lorosae







Yuuup.....
Finally I'm come back home after 6 month did baseline survey in Dili

Dulu, kalau dengar kata Dili ga terbayang jauh nya tempat itu
ternyata dengan melakukan perjalanan via udara membutuhkan waktu 6 jam perjalanan (termasuk menunggu di bandara, transit dll) dari surabaya. Hampir sama kalau kita melakukan perjalanan ke kota2 lain di Jawa.

6 bulan melakukan baseline survey....
bukan waktu yang singkat, bukan waktu yang lama juga

6 bulan disana memberi banyak pengalaman2 berharga
ada orang yang senang dengan kedatangan tim survey kami
karena itu artinya ada perhatian dari pemerintah untuk mereka yang tinggal jauh dari dili
mereka menitipkan harapan-harapannya pada tim survey ini
agar masyarakat timor leste berada di kondisi kesehatan yang lebih baik

Ada juga yang mencibir kami
yang menganggap kami hanyalah orang-orang NGO yang hanya survey kosong
mengambil data ini itu
lalu kemudian tidak memberikan apa2
sekedar hasil pemeriksaan darahnya pun tidak

mengertilah...
bahwa ternyata membutuhkan usaha yang ekstra keras untuk membawa keluar sample2 itu
untuk dilakukan analisa di laboratorium yang telah direkomendasi

miskomunikasi...
umum terjadi pada tim survey mana pun....
terlebih tim survey yang terdiri dari berbagai karakter orang, budaya bahkan bahasa
memberikan pelajaran pada semua
komunikasi tanpa emosi sangat penting
terutama di saat2 yang genting

profesional....
sangat mudah kita melupakan kata itu..
ketika berada jauh dari keluarga...
ada orang2 yang memberikan perhatian lebih pada kita...
kita terlena pada perhatian2 kecilnya...
saling mengingatkan, menguatkan antar sesama
sehingga tidak terlanjur jatuh sampai tidak bisa bangkit lagi

teman, sahabat, kakak
kedekatan yang terjalin selama 6 bulan
tidak mudah hilang begitu saja
suka dan duka
datang silih berganti....
indonesian spv team...last moment together :)

Melalui perjalanan selama 6 bulan ini
menjadi lebih paham arti kehidupan sebenarnya
tidak semua selalu berakhir indah
selalu ada bagian2 yang berakhir tidak sesuai dengan harapan

Life Must Go On.....
Experience is the best teacher...Esok harus lebih baik lagi















Sunday, May 19, 2013

Dili

hello Indonesia

this is my first post after 3 weeks ini Dili

Gedung Perdana Menteri

perjalanan ke timor leste in bisa dibilang baru di mulai. masih tersisa waktu hingga bulan agustus nanti, untuk mengeksplorasi keindahan alam timor leste.

enumerator survey

view from top (on the way to Metinaro Suco)

view from top (on the way to Metinaro Suco)
Tempat yang sudah saya kunjungi selama di Dili adalah puncak Cristo Rei dengan view pantainya yang indah.
Indonesia Supervisor Team

View From Cristo Rei

View From Cristo Rei, Dili


Thursday, March 7, 2013

KEPUASAN KERJA KARYAWAN (EMPLOYEE SATISFACTION)




Kepuasan kerja (job satisfaction) adalah keadaan emosional karyawan yang terjadi maupun tidak terjadi titik temu antara nilai balas jasa kerja karyawan dan perusahaan atau organisasi dengan tingkat nilai balas jasa yang memang diinginkan oleh karyawan yang bersangkutan (Martoyo, 2000). Schemerhom (1997) mengidentifikasi lima aspek yang terdapat dalam kepuasan kerja, yaitu pekerjaan itu sendiri (Work It Self), supervision, teman sekerja (Workers), promosi (Promotion) dan gaji/upah (Pay). Aspek-aspek lain yang terdapat dalam kepuasan kerja disebutkan oleh Stephen Robins (1997) yaitu kerja, ganjaran yang pantas, kondisi kerja yang mendukung, rekan kerja yang mendukung, dan kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan.
Kepuasan kerja dapat diukur melalui wawancara atau pengisian kuesioner. Walaupun metode wawancara digunakan pada beberapa kasus, namun kebanyakan penelitian dilakukan menggunakan kuesioner. Hal ini dikarenakan metode wawancara jauh lebih mahal dan lebih memakan waktu dibandingkan dengan kuesioner. Namun kelebihan menggunakan metode wawancara adalah banyak informasi yang bisa digali lebih dalam lagi dari para responden dimana para responden dapat memunculkan sendiri unsur-unsur kepuasan dan ketidakpuasan kerja. Hal ini sangat membantu dalam langkah awal mendisain kuesioner. 
Cara termudah untuk melakukan pengukuran kepuasan kerja adalah menggunakan skala yang sudah ada. Beberapa sudah dibuat sedemikian telitinya dan saat ini banyak studi kehandalan  dan keabsahannya telah terbentuk. Banyak kelebihannya jika menggunakan skala kepuasan kerja yang sudah ada, selain skala ini juga sudah digunakan diberbagai kalangan secara internasional, juga menggunakan skala kepuasan kerja yang sudah ada dapat menghemat biaya dan waktu dibandingkan jika membangun skala kepuasan kerja dari awal. Skala Job Satisfaction Survey yang dipublikasikan dalam Spector (1997) dapat digunakan dan dimodifikasi tanpa bayaran apapun jika digunakan untuk kepentingan dunia pendidikan non komersil dan tujuan penelitian.   Job Satisfaction Survey (JSS 1985 dalam Spector (1997)) mengukur sembilan unsur dari kepuasan kerja, yaitu : 
a.       Gaji, yaitu jumlah yang diterima dan keadilan penggajian.
b.      Promosi, yaitu kesempatan dan keadilan untuk promosi atau kenaikan jabatan atau karir.
c.       Supervisi, yaitu kompetensi manajerial yang dimiliki dari seorang supervisor dan bagaimana perilakunya terhadap bawahannya.
d.      Benefit, yaitu kelebihan yang didapatkan oleh karyawan dari perusahaan seperti asuransi dan cuti.
e.      Penghargaan, yaitu perhatian dan pengakuan dari perusahaan terhadap kinerja yang baik dari karyawannya.
f.        Prosedur, yaitu peraturan atau prosedur yang ditetapkan oleh perusahaan atau organisasi.
g.       Rekan Kerja, yaitu menerima kompetensi rekan kerja dan senang bekerja sama dengan mereka.
h.      Sifat Kerja,  yaitu menyukai tugas-tugas yang diberikan.
i.         Komunikasi, yaitu berbagi informasi baik antar karyawan, atasan dan bawahan, maupun perusahaan terhadap karyawan baik secara lisan maupun tulisan

Perilaku seseorang dalam beraktivitas atau bekerja dapat muncul karena adanya motive (motive are the way of behaviour). Motivasi pada dasarnya merupakan sebuah kondisi mental seseorang yang mendorong untuk melakukan suatu tindakan (action/activities) dan memberikan kekuatan (energy) yang mengarah kepada pencapaian kebutuhan. Motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan dorongan atau semangat kerja. Dorongan atau semangat kerja sangat dipengaruhi oleh faktor atasan/pimpinan, teman kerja, sarana fisik, kebijakan/aturan, imbalan, jenis pekerjaan, dan tantangan. Dorongan dan keinginan seseorang sebagai motivator merupakan sesuatu yang tidak dapat diamati, melainkan hanya dapat disimpulkan (Sunarta, 2006).
Saling memberi dukungan dan semangat dalam setiap menyelesaikan pekerjaan antara pimpinan dan karyawan akan memberikan suasana nyaman yang dapat memberikan sumbangan positif bagi organisasi.  Seorang pimpinan harus menghindari tindakan, ucapan, dan ungkapan yang dapat membunuh motivasi orang-orang yang menjadi tanggungjawabnya. Memberi motivasi dan berinovasi untuk mengekspresikan berbagai kemampuan yang dimilki karyawan, tidak cukup hanya dengan cara mendorong untuk berperilaku motivatif, tetapi lebih dari itu seorang pimpinan juga harus menjaga moral kerja agar semangat kerja tetap terjaga dan terpelihara dengan baik (Sunarta, 2006).
Pemberian dorongan dan motivasi dari seorang pimpinan adalah penting dilakukan, dan ini diperkuat oleh teori X dari  Mc Gregor. Bahwa menurut Mc Gregor, seorang karyawan harus diawasi secara ketat, diberi tugas yang jelas dan rinci, dan memberikan imbalan (reward) jika berhasil, memberikan hukuman (punishment) jika melakukan kesalahan. Teori ini memperkuat bahwa seorang karyawan sering malas, dalam bekerja lebih suka diperintah, diawasi, tidak ingin bertanggungjawab, hanya berorientasi pada materi. Sementara dalam teorinya yang lain (teori Y) Mc Gregor juga mengatakan bahwa pada dasarnya karyawan menganggap bekerja sebagai aktivitas biasa dan alami.
Selain itu karyawan dalam kategori teori Y juga diasumsikan bahwa bekerja tidak bedanya dengan sebuah permainan sehari-hari yang tidak memerlukan pengawasan secara ketat apalagi dihukum. Dalam praktek organisasi karyawan dengan tipe X tidak bisa diperbandingkan secara dikotomis dengan karyawan tipe Y, karena sangat tergantung oleh situasi dan suasana yang melingkupinya. Ada kalanya seorang pimpinan harus mengambil keputusan secara otoriter, namun pada waktu yang berbeda sangat mungkin dalam mengambil keputusan dengan cara yang demokratis.
Agar para karyawan dalam melakukan aktivitas kerja sehari-hari tetap termotivasi, maka seorang pimpinan atau manajer tidak boleh melakukan hal-hal negatif yang dapat mencederai dan menurunkan moral kerja. Hal-hal yang harus dijauhi oleh pimpinan sedikitnya ada sepuluh masalah negatif yang tidak boleh dilakukan antara lain: (1) mengkritik karyawan dihadapan orang lain, (2) menghina/merendahkan karyawan, (3)menganggap karyawan sebagai alat, (4) melempar tanggungjawab, (5) memikirkan diri sendiri, (6) berlaku tidak adil, (7) ragu-ragu dalam mengambil keputusan, (8) bersikap kaku/arogan, (9) tidak menaruh kepercayaan, dan (10) bersikap acuh tak acuh kepada bawahan.
Suatu organisasi yang berhasil dalam mencapai tujuannya serta mampu memenuhi tanggung jawab sosialnya akan sangat tergantung pada para manajernya (pimpinannya). Apabila manajer mampu melaksanakan fungsi-fungsinya dengan baik, sangat mungkin organisasi tersebut akan dapat mencapai sasarannya. Sebab itu organisasi membutuhkan pemimpin yang efektif, yang mempunyai kemampuan mempengaruhi perilaku anggotanya atau anak buahnya. Empat gaya kepemimpinan menurut Robert House (1971, dalam Kreitner dan Kinicki, 2005), yaitu:
1.       Kepemimpinan yang mengarahkan/pengasuh (direktif).
Memberikan panduan kepada para karyawan mengenai apa yang seharusnya dilakukan dan bagaimana cara melakukannya, menjadwalkan pekerjaan, dan mempertahankan standar kerja.
2.       Kepemimpinan yang mendukung (supportive).
Menunjukkan  kepedulian terhadap kesejahteraan dan kebutuhan para karyawan, sikap ramah dan dapat didekati, serta memperlakukan para karyawan sebagai orang yang setara dengan dirinya.
3.       Kepemimpinan partisipatif.
Berkonsultasi dengan karyawan dan secara serius mempertimbangkan gagasan mereka pada saat mengambil keputusan.
4.       Kepemimpinan yang berorientasi pada pencapaian (prestasi).
Mendorong para karyawan untuk berprestasi pada tingkat tertinggi mereka dengan menetapkan tujuan yang menantang, menekankan pada kesempurnaan, dan memperlihatkan kepercayaan diri atas kemampuan karyawan.

Dengan mempergunakan salah satu dari empat gaya di atas, pemimpin berusaha mempengaruhi persepsi bawahannya dan memotivasinya, dengan cara mengarahkan mereka pada kejelasan tugas-tugasnya, pencapaian tujuan, kepuasan kerja, dan pelaksanaan kerja yang efektif.
Kepemimpinan yang diperankan dengan baik oleh seorang pemimpin mampu memotivasi karyawan untuk bekerja lebih baik, hal ini akan membuat karyawan lebih hati-hati berusaha mencapai target yang diharapkan perusahaan, hal tersebut berdampak pada kinerjanya. Hasil penelitian Ogbonna dan Harris (2000) menunjukkan  bahwa budaya organisasi mampu memoderasi pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja yang berdampak pada peningkatan kinerja karyawan.
Kepemimpinan di sektor publik dan swasta bisa berbeda bisa juga sama. Kesamaan antara sektor publik dan swasta adalah dari segi tanggung jawab terhadap lingkungan dan sosial di sekitar serta sikap karyawan terhadap manager/pimpinan mereka. Akan tetapi, kepemimpinan di dua sektor tersebut berbeda dalam hal persepsi pemimpin ditingkat top-level, pengambilan keputusan yang beresiko, kecakapan dalam mengembangkan leadership, pendekatan yang dilakukan dalam memberikan motivasi dan keterlibatan dalam pengambilan keputusan. Selain itu juga di sektor publik lebih sering ditemui individual dan charismatic leadership dibandingkan collective dan networked leadership yang banyak di temui di sektor swasta. Namun begitu, akhir-akhir ini mulai sering ditemui pemimpin-peminpin di sektor publik yang menerapkan gaya kepemimpinan seperti di sektor swasta. Hal ini dilakukan agar dapat memberikan pelayanan yang memuaskan kepada konsumen/pelanggan/masyarakat.



Daftar Pustaka

Sunarta. 2006. Memelihara Motivasi Kerja Karyawan Untuk Meningkatkan  Kinerja Organisasi.

Destri Susilaningrum. 2005. Analisis Kepuasan Karyawan PT. Philips, Tbk Surabaya Berdasarkan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya Dengan Analisis Profil Multivariate.  Skiripsi Program Studi Statistik Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya

Nurjanah. 2008. Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Budaya Organisasi Terhadap Komitmen Organisasi  Dalam Meningkatkan Kinerja Karyawan (Studi Pada Biro Lingkup Departemen Pertanian). Tesis Program Magister Manajemen Universitas Diponegoro

Gill, Roger. 2009. RESEARCH FOCUS. Leadership in the public sector – is it different?. The Leadership Trust. Herefordshire. United Kingdom

Gregory, Kristen. 2008. The Importance of Employee Satisfaction. 

Friday, February 15, 2013

Resume Jurnal-Artikel Ilmiah

Peran Pengasuh Menentukan Status Gizi Anak Balita

Permasalahan gizi di Indonesia saat ini masih tergolong tinggi, hal ini berdasarkan hasil riskesdas 2010 angka prevalensi underweight secara nasional adalah 17,9%, stunting 35,6% dan wasting 13,3%. Keadaan tersebut menunjukkan anak balita masih menderita masalah gizi akut dan kronis. Gizi kurang pada anak balita dapat mempengaruhi perkembangan fisik dan kecerdasan. Gizi kurang, kematian dan kecacatan fisik maupun rendahnya kecerdasan pada anak dipengaruhi oleh faktor langsung dan tidak langsung sebagaimana diperlihatkan pada kerangka model UNICEF. Dua faktor langsung pada model tersebut adalah kurangnya konsumsi makanan dan kondisi kesehatan, sedangkan faktor tidak langsung adalah ketahanan pangan, pengasuhan dan akses kepada sarana kesehatan dan kondisi lingkungan dimana anak tinggal (Riyadi dkk, 2011).

Anak balita merupakan kelompok pendukung yang paling rentan terhadap gangguan kesehatan dan gizi. Beberapa alasan yang memperkuat alasan tersebut antara lain, status imunisasi, diet dan psikologi anak belum matang atau masih dalam taraf perkembangan yang pesat dan kelangsungan hidup anak balita sangat tergantung pada orang dewasa, terutama keluarga. Sebagai orang terdekat, ibu sangat berperan dalam pengasuhan anak.  Pemberian makan (feeding) oleh ibu dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak, baik secara positif maupun negatif (Martianto dkk, 2011).
Penelitian untuk melihat peran ibu terhadap status gizi balita pernah dilakukan di 3 desa Kabupaten Timor Tengah Utara, provinsi Nusa Tenggara Timur yang memiliki karakteristik wilayah yang berbeda (dekat perkotaan, sedang, dan jauh dari perkotaan). Dari hasil penelitian tersebut terungkap bahwa peranan ibu sangat penting dalam menentukan status kesehatan anak balita. Tingkat pendidikan ibu, akses informasi gizi dan kesehatan, perilaku gizi ibu, perilaku hidup sehat anak serta pengetahuan ibu tentang gizi merupakan beberapa faktor yang berkaitan dengan status gizi anak balita.
Terkait dengan perilaku gizi ibu, pola pemberian makan pada balita pada 2 tahun pertama kehidupannya juga penting. Dalam penelitian yang dilakukan di Nias, Sumatera Utara tingginya angka kejadian wasting diduga karena praktek pemberian makan yang kurang tepat. Praktek pemberian pre-lacteal feeding (sebelum mendapatkan ASI) yang diberikan pada 1 jam pertama setelah bayi dilahirkan dipercaya dapat mengurangi rasa lapar pada bayi.
Pemberian MP-ASI dini pada usia kurang dari 6 bulan juga masih banyak dilakukan. Hal ini berkaitan juga dengan rendahnya angka keberhasilan ASI eksklusif dalam sample penelitian. Berkurangnya produksi ASI menjadi alasan utama mengapa ibu memberikan MP-ASI lebih awal dari yang dianjurkan oleh WHO. Selain itu juga, pengaruh dari orang-orang disekitar ibu juga turut andil dalam praktek pemberian MP-ASI dini. Karena ibu bekerja, maka anak akan diasuh oleh nenek. Ketika anak menangis, nenek akan mengira bahwa anak tersebut lapar, sehingga pada usia kurang dari 6 bulan anak sudah mendapatkan MP-ASI.

Kurangnya akses informasi mengenai gizi dan kesehatan yang diterima oleh ibu balita serta maraknya promosi susu formula yang dilakukan oleh produsen turut berperan dalam tumbuh kembang anak balita. Akses informasi terkait gizi dan kesehatan berhubungan dengan karakteristik daerah tinggal. Ibu yang tinggal di daerah perkotaan memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan ibu yang tinggal di daerah pedesaan (jauh dari kota).
Di daerah perkotaan informasi mengenai gizi dan kesehatan lebih mudah diperoleh melalui kampanye-kampanye yang dilakukan oleh pemerintah maupun organisasi masyarakat lainnya. Sedangkan di daerah pedesaan, informasi hanya diperoleh melalui bidan atau kader kesehatan setempat. Selain itu juga, masyarakat di pedesaan masih dipengaruhi oleh budaya dan kepercayaan tradisional yang dapat mempengaruhi ibu dalam mengambil sikap terkait pola pemberian ASI atau MP-ASI anak. Kebiasaan masyarakat di pedesaan yang memiliki anak lebih dari 2 orang juga bisa mempengaruhi status gizi balita dalam keluarga tersebut. Ibu yang memiliki anak banyak akan kurang perhatian dalam mengasuh anak dibandingkan dengan ibu yang hanya memiliki 2 orang anak atau kurang. Disisi lain, jumlah anak yang banyak dalam satu keluarga mengindikasikan adanya kompetisi dalam ketersediaan makanan.
Ketersediaan makanan berkaitan dengan ketahanan pangan dalam keluarga. Semakin tahan pangan suatu rumah tangga, status gizi anak balita juga semakin baik. Rumah tangga yang tidak tahan pangan akan menyebabkan ibu memiliki keterbatasan dalam memenuhi kebutuhan gizi anak balita. Ibu cenderung kurang memperhatikan faktor gizi dalam memberikan makanan kepada anak. Ketersediaan makanan keluarga berkaitan erat dengan kondisi sosial ekonomi keluarga dan tingkat pengetahuan gizi yang dimiliki oleh ibu. Dengan tingkat pendidikan yang tidak tinggi, namun ibu mengetahui tentang gizi yang baik untuk anak maka anak akan memiliki pola makan yang baik yang dapat menunjang tumbuh kembangnya dengan normal.


DAFTAR PUSTAKA

Rachmadewi, Asrinisa dan Ali Khomsan. 2009. Pengetahuan, Sikap, Dan Praktek Asi Ekslusif Serta Status Gizi Bayi Usia 4-12 Bulan Di Pedesaan Dan Perkotaan. Jurnal Gizi dan Pangan, Juli 2009 4(2): 83 – 90.
http://202.124.205.111/index.php/jgizipangan/article/viewFile/4524/3027

Inayati et al. Infant Feeding Practices Among Mildly Wasted Children: A Retrospective Study On Nias Island, Indonesia. International Breastfeeding Journal 2012, 7:3

Martianto dkk. Pola Asuh Makan Pada Rumah Tangga Yang Tahan Dan Tidak Tahan Pangan Serta Kaitannya Dengan Status Gizi Anak Balita Di Kabupaten Banjarnegara. Jurnal Gizi dan Pangan, 2011, 6(1): 51-58.
 http://jesl.journal.ipb.ac.id/index.php/jgizipangan/article/viewFile/4578/3077

Riyadi, Hadi dkk. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi Anak Balita Di Kabupaten Timor Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Jurnal Gizi dan Pangan, 2011, 6(1): 66–73
http://202.124.205.111/index.php/jgizipangan/article/viewFile/4603/3090

Hien, Nguyen Ngoc and Nguyen Ngoc Hoa. Nutritional Status and Determinant of Malnutrition in Children under Three Years of Age in Nghean, Vietnam. Pakistan Journal of Nutrition 8 (7): 958-964, 2009. ISSN 1680-5194 http://docsdrive.com/pdfs/ansinet/pjn/2009/958-964.pdf

Tuesday, February 5, 2013

Community Nutrition-Artikel Majalah


Tulang Sehat Bebas Osteoporosis

Osteoporosis atau penyakit keropos tulang adalah salah satu penyakit yang mengenai tulang karena berkurangnya massa dan kepadatan tulang. Akibat dari osteoporosis adalah tulang-tulang menjadi rapuh dan mudah patah akibat kepadatan tulang berkurang. Tulang sendiri merupakan salah satu bagian penting dari tubuh kita. Tulang merupakan rangka yang menunjang tubuh kita sehingga kita dapat beraktivitas. 

Dapat dibayangkan bila penunjang tubuh ini rapuh, keropos dan mudah patah, akibatnya adalah rasa sakit pada tulang, gangguan untuk bergerak bahkan menyebabkan kelumpuhan dan cacat permanen (Stransky and Rysava, 2009). Berikut ini beberapa saran yang dapat Anda terapkan agar tidak mengalami penyakit tulang keropos ini.

Konsumsi Kalsium
Kalsium merupakan unsur pembentuk tulang dan gigi. Maka, agar kepadatan tulang terus terjaga, penting untuk mengkonsumsi kalsium yang banyak terdapat dalam susu. Sayangnya, seiring bertambahnya usia, kemampuan untuk menyerap kalsium semakin berkurang. Maka, sebaiknya Anda membiasakan diri atau anak Anda untuk minum susu setiap hari sejak usia dini. Karena penyebab osteoporosis adalah kurangnya asupan kalsium pada usia muda. Kaum muda, seringkali mereka berpikir tidak perlu lagi mengkonsumsi susu yang dianggap sebagai makanan anak kecil. Atau karena berpikir tulang tidak dapat tumbuh lagi sehingga mereka enggan minum susu. Memang, pada umumnya tulang berhenti tumbuh saat usia 16-18 tahun, tetapi bukan berarti kita tidak perlu lagi memperhatikan kesehatan tulang, karena fungsi tulang sangat penting bagi tubuh. Kalsium yang dibutuhkan tiap orang berbeda, bergantung pada berat badan dan aktivitas yang dijalankan. Pada ibu hamil dan menyusui, kalsium yang dibutuhkan lebih banyak. Tabel berikut akan menjelaskan jumlah kalsium yang dibutuhkan berdasarkan usia.


Jumlah Kalsium Yang Dibutuhkan Berdasarkan Usia (AKG 2004)
  Usia Kebutuhan
Kalsium
Kurang dari 1 tahun
210 - 270 mg
1 tahun - 3 tahun
500 mg
4 tahun - 8 tahun
800 mg
9 tahun - 18 tahun
1300 mg
19 tahun - 50 tahun
1000 mg
lebih dari 50 tahun
1200 mg
Catatan : Satu gelas susu mengandung sekitar 500 mg kalsium.

Kalsium tidak hanya terdapat pada susu, makanan lain seperti ikan teri, sup tulang, sayuran hijau seperti bayam dan kacang-kacangan adalah salah satu sumber dari kalsium. Karena kalsium tidak dapat dihasilkan tubuh kita, maka penting untuk minum susu dan mengkonsumsi makanan yang mengandung kalsium.
                Dalam suatu jurnal dinyatakan bahwa garam dapat meningkatkan pengeluaran kalsium melalui urin 4-5% setiap 500 mg kalsium dalam makanan. Sedangkan bahan makanan lainnya yang dapat mengurangi penyerapan kalsium dalam saluran cerna adalah produk-produk serealia yang mengandung phytate. Kandungan oksalat dalam sayuran hijau terutama bayam juga dapat menghambat penyerapan kalsium. Namun begitu, oksalat dan phytate hanya menghambat penyerapan kalsium dari jenis makanan mereka sendiri, tidak dapat menghambat penyerapan kalsium dari bahan makanan lain. Minuman bersoda atau berkarbonasi juga dapat menghambat penyerapan kalsium dalam saluran cerna.


Vitamin D
Agar kalsium yang berasal dari susu dan makanan dapat diserap sempurna, diperlukan vitamin D. Tentu akan sangat disayangkan, bila kita banyak mengkonsumsi makanan yang mengandung kalsium tetapi tidak dapat diserap dengan sempurna, sehingga akhirnya tubuh mengambil kalsium yang ada pada tulang. Akibatnya, tulang menjadi rapuh.

Untuk mendapatkan vitamin D sebenarnya tidak sulit. Sinar matahari pagi (antara jam 06.00 sampai jam 09.00 pagi) dan sore (setelah jam 16.00) adalah salah satu sumber vitamin D. Dalam lapisan kulit tubuh kita sebenarnya terdapat vitamin D non aktif dan dengan pancaran sinar matahari vitamin D ini dapat aktif dan berguna bagi tubuh. Selain dari sinar matahari, vitamin D juga dapat diperoleh dari makanan seperti ikan (misal: ikan salmon dan sarden), kuning telur, hati, susu, keju dan produk olahan susu lainnya.

Olahraga
Selain mengkonsumsi kalsium, penting untuk melakukan olahraga secara teratur agar dapat memperkuat tulang dan menambah kepadatan massa tulang. Sama seperti otot, tulang juga perlu dilatih agar dapat menciptakan tulang yang kuat. Olahraga yang dapat dilakukan untuk melatih tulang adalah dengan melakukan olahraga yang memberikan gaya tekan pada tulang, gaya renggang dan gaya pelintir. Gaya tersebut dapat merangsang pertumbuhan tulang sehingga tulang menjadi sehat. Anda dapat mencobanya dengan bersepeda, joging, jalan kaki atau naik turun tangga. Selain dengan mengkonsumsi kalsium, vitamin D dan berolahraga, akan lebih baik bila Anda mencoba hidup sehat dengan menghentikan kebiasaan merokok. Rokok, kopi, alkohol, teh, dan cola dapat menghambat penyerapan kalsium. Sebaliknya, konsumsilah makanan bergizi yang memenuhi prinsip gizi seimbang.

Kebiasaan Merusak Tulang
Hilangkan juga kebiasaan yang dapat membuat pertumbuhan tulang terganggu atau membuat struktur tulang menjadi rusak. Kebiasaan buruk yang dimaksud adalah:
- Membungkukkan badan yang dapat menyebabkan saraf yang melewati tulang belakang terjepit sehingga menimbulkan sakit pinggang.
- Memakai sepatu hak tinggi untuk waktu yang lama. Saat menggunakannya, terjadi perenggangan pada jaringan lunak sekitar sendi mata kaki sehingga dapat merusak struktur jaringan lunak ini.
- Membawa tas berat. Dapat memperparah kondisi tulang apabila kita memiliki kelainan pada tulang.
- Membunyikan jari. Bunyi terjadi akibat gesekan jaringan lunak di sekitar sendi jari. Proses yang terjadi berulang-ulang ini akan mengakibatkan gangguan di jaringan lunak tersebut.

Kesehatan tulang seringkali terabaikan, karena rasa sakit umumnya baru terasa bila tulang sudah rapuh atau ketika tulang dinyatakan keropos. Proses pengambilan kalsium dari tulang sering disebut silent disease karena terjadi tanpa tanda-tanda atau gejala. Maka, terus perhatikan kesehatan tulang Anda, hindari osteoporosis, agar dapat terus lancar beraktivitas sampai usia lanjut.

Daftar Pustaka
Stransky, M dan L. Rysava. Minireview. Nutrition as Prevention and Treatment of Osteoporosis. Physiol. Res. 58 (Suppl. 1): S7-S11, 2009. http://www.hakimanteb.com/s4/article/calcium.pdf

Peters, Bárbara Santarosa Emo and Lígia Araújo Martini. Nutritional aspects of the prevention and treatment of osteoporosis. Arq Bras Endocrinol Metab. 2010;54(2):179-85. http://www.scielo.br/pdf/abem/v54n2/14.pdf

Heaney, Robert P. Review. Dairy and Bone Health. Journal of the American College of Nutrition, Vol. 28, No. 1, 82S–90S (2009). American College of Nutrition. http://www.jacn.org/content/28/Supplement_1/82S.full.pdf


Kepuasan Karyawan dan Kepuasan Konsumen

HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN KARYAWAN DAN KEPUASAN KONSUMEN

Sejumlah penelitian telah dilakukan untuk menunjukkan seberapa kuat hubungan antara kepuasan karyawan dan kepuasan konsumen. Penelitian-penelitian tersebut menyimpulkan bahwa adanya perubahan dalam sikap karyawan akan meningkatkan kepuasan konsumen. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sears Roebuck & Co. menunjukkan bahwa peningkatan 5 poin dalam sikap karyawan (employee attitude) dapat meningkatkan 1,3 poin kepuasan konsumen. Berikut adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait hubungan antara kepuasan karyawan dan kepuasan konsumen :

  • Karyawan merupakan orang yang selalu berinteraksi dengan konsumen berada dalam posisi memahami dan memberikan respon terhadap kebutuhan dan harapan konsumen. 
  • Karyawan yang puas adalah karyawan yang memiliki motivasi sehingga mereka akan memberikan pelayanan dan perhatian dengan sungguh-sungguh. 
  • Karyawan yang puas adalah karyawan yang memiliki kekuatan atau dengan kata lain mereka memiliki sumberdaya, training dan tanggung jawab untuk memahami dan melayani kebutuhan dan pemintaan konsumen. 
  • Karyawan yang puas memliki energi dan kemauan untuk memberikan pelayanan yang baik, minimal dapat memberikan persepsi positif mengenai pelayanan atau produk yang dihasilkan.   
  • Karyawan yang puas dapat menghadapi konsumen dengan interpesonal dan sosial skill dengan baik. Mereka memiliki emosi yang cukup untuk menunjukkan rasa empati, memahami, menghormati dan menghargai terhadap konsumen.
Beberapa peneliti pada tahun 2000 (Yoon, Hyun Seo dan Seog Yoon) menawarkan sebuah skema/model yang menggambarkan hubungan antara kepuasan karyawan dan pelayanan konsumen. Dalam model tersebut terdapat 3 poin penting yang menjadi pilar utama yaitu support organisasi, support supervisor dan partisipasi konsumen.

Dalam skema diatas, dukungan organisasi (perceived organizational support) dapat diberikan dengan cara menilai kontribusi dan memperhatikan kehadiran mereka. Sedangkan dukungan supervisor (perceived supervisory support) dibangun dengan cara memberikan kepercayaan, bantuan dan sikap yang ramah dalam lingkungan kerja. Dan partisipasi konsumen adalah melibatkan konsumen baik secara fisik, pikiran dan emosi terhadap pelayanan/produk yang diberikan. Pada kondisi ini, sumber/informasi yang diberikan oleh konsumen pada saat transaksi merupakan hal yang sangat penting. Dari ketiga hal tersebut, penelitian menduga dukungan supervisor merupakan penyebab tunggal terhadap job satisfaction dan pelayanan karyawan (employee service effort) dan job satisfaction merupakan dasar yang penting dari kualitas pelayanan karyawan dibandingkan employee service effort.

Bagaimana karyawan merasakan pekerjaan mereka tidak hanya berdampak pada pengalaman kerja mereka tetapi juga berdampak pada tujuan akhir suatu bisnis seperti kepuasan konsumen, penjualan (sales) dan keuntungan (profit). Karyawan dapat memberikan kontribusi yang kuat terhadap kesuksesan organisasi tersebut dengan menempatkan konsumen sebagai pusat dari seluruh kegiatan yang mereka lakukan. Dengan memberikan kepuasan terhadap karyawan maka kepuasan konsumen dapat dicapai.

Sumber :
Bulgarella, Catherine C. 2005. Employee Satisfaction & Customer Satisfaction : Is There a Relationship. Guidestar Research White Paper. http://kimtech-uni-cc.tempserv4.clientnshosting.net/superior/mba/5th%20Semester/Thesis/articles/whitepaper_cs_es_relationships.pdfgan menempatkan konsumen sebagai pusat dar