PERAN AHLI GIZI DALAM PELAYANAN GIZI RUMAH SAKIT
Permasalahan gizi di Indonesia semakin kompleks
seiring terjadinya transisi epidemiologis. Masalah gizi kurang belum tuntas
sepenuhnya dan di lain pihak masalah gizi lebih dan penyakit degeneratif
menunjukkan tren peningkatan dari tahun ke tahun. Untuk menanggulangi berbagai
permasalahan gizi tersebut dibutuhkan tenaga kesehatan dan ahli gizi yang
dinamis, mandiri dan menjunjung etik profesional sehingga dapat memberikan
kontribusi dalam pengembangan ilmu dan pelayanan dibidang gizi (KepMenkes,
2007).
Ahli gizi adalah seorang yang telah mengikuti dan
menyelesaikan pendidikan akademik dalam bidang gizi sesuai aturan yang berlaku,
mempunyai tugas, tanggung jawab dan wewenang secara penuh untuk melakukan
kegiatan fungsional dalam bidang pelayanan gizi, makanan dan dietetik baik di
masyarakat, individu atau rumah sakit. Sedangkan Registered Dietitian (RD) adalah sarjana gizi (ahli gizi) yang
telah mengikuti pendidikan profesi (internship) dan ujian profesi serta
dinyatakan lulus kemudian diberi hak untuk mengurus ijin, memberikan pelayanan
dan menyelenggarakan praktek gizi (KepMenkes, 2007).
Pelayanan gizi di rumah sakit adalah pelayanan
gizi yang disesuaikan dengan keadaan pasien dan berdasarkan keadaan klinis,
status gizi, dan status metabolisme tubuhnya. Keadaan gizi pasien sangat
berpengaruh pada proses penyembuhan penyakit, dan sebaliknya proses perjalanan
penyakit dapat berpengaruh terhadap keadaan gizi pasien (Depkes, 2003). Adapun
definisi dari pelayanan gizi dalam KepMenkes (2007) adalah suatu upaya
memperbaiki atau meningkatkan gizi, makanan, dietetik masyarakat, kelompok,
individu atau klien yang merupakan suatu rangkaian kegiatan yang meliputi
pengumpulan, pengolahan, analisis, kesimpulan, anjuran, implementasi dan
evaluasi gizi, makanan dan dietetik dalam rangka mencapai status kesehatan
optimal dalam kondisi sehat atau sakit.
Agar ahli
gizi dapat memberikan pelayanan gizi yang berkualitas dan optimal diperlukan
adanya standar pelayanan gizi. Standar pelayanan gizi adalah standar yang
mengatur penerapan ilmu gizi dalam memberikan pelayanan dan asuhan gizi dengan
pendekatan manajemen kegizian. Ruang lingkup pelayanan gizi rumah sakit terdiri
dari nutrition care (asuhan gizi) dan
food service (penyelenggaraan
makanan).
Standar pelayanan asuhan gizi terbagi menjadi 2
kelompok besar yaitu standar praktek asuhan gizi dan standar professional
performance (penampilan profesional). Standar praktek asuhan gizi terdiri dari
:
a.
Pengkajian
gizi
Pengkajian gizi dilakukan baik untuk pasien rawat
inap maupun pasien rawat jalan. Pengkajian dimulai dengan pemeriksaan
antropometri untuk mengetahui status gizi pasien dan disesuaikan dengan kondisi
pasien melalui pengukuran tinggi badan, berat badan, panjang lengan, tinggi
lutut, lingkar lengan atas, dan skin fold thickness. Selain itu juga diperlukan
data penunjang lain yang berasal dari hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium
untuk membantu menegakkan diagnosa penyakit dan diagnosa gizi pasien. Selain
itu juga diperlukan data riwayat gizi untuk menegakkan masalah gizi pasien.
Riwayat gizi pasien didapatkan secara kualitatif dan kuantitatif. Data
kualitatif berfungsi untuk mendapatkan gambaran kebiasaan makan/pola makan
sehari berdasarkan frekuensi penggunaan bahan makanan. Sedangkan untuk data
kuantitatif didapatkan dengan cara recall 24 jam dan diukur dengan menggunakan
food model (Depkes, 2003).
b.
Diagnosa
masalah gizi
Diagnosa masalah gizi ditegakkan berdasarkan data
yang didapatkan saat pengkajian gizi. Dalam prakteknya, masalah gizi pasien
dapat dikelompokkan menjadi tiga domain yaitu domain intake, klinik, dan
behaviour (perilaku) (Susilo, 2011).
c.
Intervensi
gizi (rencana dan implementasi)
Ahli gizi harus mampu membuat rencana intervensi
gizi sesuai dengan masalah yang ditemui pada pasien dan mengimplementasikan rencana
tersebut. Intervensi gizi disusun berdasarkan etiologi (penyebab) masalah gizi
yang ada, baik dari domain intake, klinik maupun perilaku (Susilo, 2011).
d.
Monitoring
dan evaluasi (monev)
Monev dilakukan oleh ahli gizi untuk mengetahui
perkembangan kondisi pasien setelah dilakukan terapi (intervensi) gizi. Apabila
dalam monev pasien tidak menunjukkan perkembangan, ahli gizi bekerja sama
dengan tenaga medis lain (dokter, perawat dan lainnya) melakukan perencanaan
ulang. Monev dilakukan berdasarkan sign/symptom (tanda dan gejala) dari
diagnosa masalah gizi (Susilo, 2011).
Standar profesional
performance menurut ADA (American Dietetic Association) adalah metode
problem solving yang sistematis, menggunakan cara berpikir kritis dalam membuat
keputusan menangani berbagai masalah yang berkaitan dengan gizi dan memberikan
asuhan gizi yang aman, efektif dan berkualitas tinggi. Untuk itu ahli gizi
harus memenuhi standar unjuk kerja sebagai berikut:
a.
Profesionalisme
dalam pelayanan
b.
Penerapan
riset
c.
Komunikasi
dan aplikasi pengetahuan baru
d.
Memanfaatkan
dan mengatur sumber daya
e.
Kualitas
dalam praktek pelayanan
f.
Mengembangkan
kompetensi dan akuntabilitas profesional
(Susilo, 2011)
Dalam menjalankan perannya sebagai ahli gizi yang
profesional harus mematuhi kode etik yang telah ditetapkan dalam anggaran
dasar/anggaran rumah tangga (AD/ART) PERSAGI (Persatuan Ahli Gizi Indonesia)
dan KepMenkes 374/2007. Dalam kode etik tersebut, ahli gizi memiliki kewajiban
:
1.
Terhadap
Klien :
a.
Berusaha
memelihara dan meningkatkan status gizi klien baik dalam lingkup institusi
pelayanan gizi atau masyarakt umum
b.
Menjaga
rahasia klien atau masyarakat yang dilayani baik pada saat klien masih atau
sudah tidak dalam pelayanan, bahkan juga setelah klien meninggal dunia kecuali
bila diperlukan untuk keperluan kesaksian hukum
c.
Tidak
melakukan diskriminasi dalam hal suku, agama, ras, status sosial, jenis
kelamin, dan usia.
d.
Memberikan
pelayanan gizi prima, cepat dan akurat.
e.
Memberikan informasi
dengan tepat dan jelas
f.
Apabila
mengalami keraguan dalam memberikan pelayanan wajib berkonsultasi dan merujuk
kepada ahli gizi lain yang mempunyai keahlian.
2.
Terhadap masyarakat
:
a.
Melindungi
masyarakat umum tentang penyalahgunaan pelayanan, informasi yang salah dan
praktek yang tidak etis berkaitan dengan gizi, pangan termasuk makanan dan
terapi gizi/diet.
b.
Melakukan
kegiatan pengawasan pangan dan gizi sehingga dapat mencegah masalah gizi di
masyarakat
c.
Mencegah
terjadinya masalah gizi dan meningkatkan status gizi masyarakat
d.
Memberi
contoh hidup sehat dengan pola makan dan aktifitas fisik yang seimbang sesuai
dengan nilai praktek gizi individu
e.
Memberikan
dorongan, dukungan, inisiatif dan bantuan lain demi tercapainya status gizi dan
kesehatan optimal di masyarakat.
f.
Dalam
mempromosikan atau mengesahkan produk makanan tertentu berkewajiban senantiasa
tidak dengan cara yang salah atau menyebabkan salah interpretasi atau
menyesatkan masyarakat.
Dari uraian diatas, terlihat bahwa ahli gizi
memiliki peran yang penting dalam pelayanan gizi di rumah sakit. Pelayanan gizi
menjadi hal yang penting bagi rumah sakit yang akan mengurus akreditasi.
Penilaian pelayanan gizi tersebut mulai aspek visi/misi pelayanan gizi,
kegiatan administrasi, staf dan pimpinan di unit gizi, fasilitas dan peralatan
yang dimiliki, kebijakan dan prosedur, pengembangan staf dan program
pendidikan, serta adanya kegiatan evaluasi dan pengendalian mutu oleh ahli
gizi.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Departemen
Kesehatan. 2003. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Direktorat Gizi Masyarakat
Departemen Kesehatan RI : Jakarta
2.
Susilo, Joko.
2011. Standar Pelayanan Gizi dan Kompetensi Profesi Gizi. Pekan Ilmiah
Dietisien : Jakarta
3.
KepMenkes
374/2007 Tentang Standar Profesi Gizi
4.
Anggaran
Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PERSAGI (PERSATUAN AHLI GIZI INDONESIA)
2005
No comments:
Post a Comment